Jakarta-DuaSatuNews-Derita banjir kembali memakan korban. Setiap musim hujan tiba, kabar duka seperti ini seakan menjadi langganan yang tak pernah terselesaikan. Namun di balik angka-angka korban, ada manusia ada keluarga, ada masa depan, dan ada harapan yang terputus begitu saja. Banjir tidak hanya merendam tanah, tetapi merendam mimpi. Ia merenggut nyawa, memisahkan keluarga, dan meninggalkan trauma yang tidak akan hilang hanya karena air telah surut.
Ketika banjir merajalela, mereka yang tinggal di wilayah rawan menjadi pihak yang paling menderita. Jalan-jalan tertutup, akses bantuan terputus, perahu karet tidak cukup, dan petugas penyelamat sering datang terlambat. Dalam kekacauan itu, ada anak yang terpisah dari orang tuanya, ada lansia yang tak mampu menyelamatkan diri, ada ibu yang menangis memeluk tubuh yang tak lagi bergerak. Mereka bukan sekadar korban mereka adalah pengingat bahwa kita semua telah gagal menjaga lingkungan dan gagal melindungi sesama.
Banjir tidak muncul tiba-tiba. Air yang meluap itu membawa pesan keras: hutan yang dibabat, sungai yang dipersempit, drainase yang buruk, dan tata kota yang diabaikan. Ketika alam dipaksa menanggung keserakahan, ia membalas dengan cara yang paling tragis mengambil nyawa manusia yang seharusnya dilindungi.
Setiap korban banjir adalah alarm moral. Apakah kita akan terus membiarkan tragedi ini berulang? Apakah kita akan menunggu nyawa lain melayang sebelum melakukan perubahan? Bencana ini tidak bisa lagi dianggap sebagai “musibah biasa”. Ia adalah kegagalan kolektif, dan karena itu solusi pun harus kolektif: dari kebijakan pemerintah, kesiapsiagaan masyarakat, hingga kesadaran menjaga alam yang selama ini kita abaikan.
Derita banjir memakan korban tetapi apa yang lebih menyakitkan adalah ketika kita tahu bahwa sebagian besar korban ini sebenarnya bisa dicegah. Jika kita tidak bergerak hari ini, maka esok hanya akan mencatat lebih banyak kehilangan, lebih banyak air mata, dan lebih banyak nama yang hilang dari kehidupan.
Saatnya berhenti menunggu.
Saatnya bertindak, sebelum banjir berikutnya kembali merampas nyawa yang tak berdosa.Marilah kita sama-sama menjaga lingkungan tempat dimana kita berada, demi kenyaman dan masa depan yang lebih baik.
Penulis : Adinda Kayla Putri
Mahasiswa Manajemen Universitas Moestopo (Beragama)





